inspiration story

Thursday 15 June 2017

Pemikiran Jean Paul Sartre

Mengenal Satre Lewat Pemikirannya

Satre adalah seorang filsuf eksistensialis. Dia berpendapat eksistensi mendahului esensi. Keberadaan suatu objek berbeda secara prinsipiil dengan tampaknya objek itu. Satre berkeyakinan ada merupakan syarat bagi tampaknya sesuatu.
Satre menjelaskan tentang dua cara berada, yaitu etre en-soi (being in itself) atau dapat dikatakan sebagai it is what it is. Etre en soi merupakan suatu yang identik dengan dirinya, tidak mempunyai masa silam, masa depan, kemungkinan ataupun tujuan. Etre en soi ada begitu saja, tanpa diciptakan, tanpa dapat diturunkan dari sesuatu yang lain. Cara berada yang kedua adalah etre pour soi (being for itself) atau ada bagi dirinya. Ada bagi dirinya merupakan istilah untuk merujuk pada kesadaran akan dirinya.
Bagi Satre etre pour soi merupakan kegiatan untuk ‘menidak’. Eksistensi terjadi ketika muncul suatu kesadaran bahwa dirinya bukan etre en soi. Misalnya, seorang bayi yang baru lahir (esensi) itu tampak tetapi tidak ada (eksis). Hal ini disebabkan bayi tersebut tidak sadar bahwa dia bukan meja, tempat tidur, ayahnya, ibunya, atau etre ensoi – etre ensoi lainnya. Jadi dalam contoh ini dapat dipahami bahwa eksistensi mendahului esensi, atau dapat juga dikatakan ada merupakan syarat bagi tampaknya sesuatu. Dan ini menyatakan bahwa keberadaan suatu (bayi) berbeda secara prinsipiil dengan tampaknya bayi tersebut. Bayi tersebut tidak eksis. Contoh kedua, seseorang yang sedang berlari ditengah kerumunan khalayak ramai secara sadar ‘menidak’ keberadaannya sebagai benda-benda disekitarnya ataupun sebagai bagian dari khalayak ramai tersebut. Maka dapat dikatakan orang yang sedang berlari tersebut eksis sebagai sebuah etre en soi. Kegiatan ‘menidak’ tersebut merupakan sebuah kebebasan bagi Satre. Melalui etre pour soi akan didapatkan kondisi berada sebagai etre en soi, sesuatu dengan identitas dan kepenuhannya sendiri, bebas dari etre en soi yang lain. Inilah kehendak untuk bebas menurut Satre. Melalui jalan ini, maka sesuatu dapat eksis.

(sumber : Bertens dalam sejarah filsafat kontemporer Prancis dan Hardiman dalam filsafat fragmentaris)

Thursday 1 June 2017

3 Tahap Perkembangan Peradaban Manusia Menurut Comte..


Pemikiran Comte dibagi menjadi tiga tahap:

Tahap pertama disebut tahap teleologis

Pada tahap ini manusia menyerahkan diri dan kehidupannya kepada kekuatan supernatural diluar diri mereka. Kekuatan supernatural itu berasal dari pribadi yang disebut Allah. Manusia tidak pernah mempertanyakan dan berusaha mencari penyebab-penyebab tentang suatu peristiwa yang terjadi, melainkan hanya menyatakan bahwa ada seorang pribadi dengan kekuatan adimanusiawi/transenden yang membuat sesuatu peristiwa terjadi. Pada tahapan ini, manusia mematikan rasio dan hanya meyakini secara buta akan pribadi yang diyakini/disebut oleh mereka, apakah itu objek-objek, dewa-dewa atau Allah. Segala sesuatu dapat terjadi karena kekuatan tersebut.

 

Tahap kedua disebut tahap metafisis

Pada tahap ini manusia mulai menarik pemikiran dari sesuatu yang bersifat adimanusiawi menjadi sesuatu yang bersifat metafisis. Sebab terjadinya sesuatu tidak diserahkan lagi kepada kekuatan supernatural dari pribadi diluar dari apa yang dapat dijangkau oleh manusia, melainkan pada entitas metafisis yang masih dapat dipahami melalui abstraksi-abstraksi pemikiran manusia walau bersifat spekulatif. Misalnya, dulu ketika seorang lumpuh dapat berjalan kembali itu akibat kekuatan supernatural dari pribadi yang transenden seperti dewa, gunung, meja altar, roh, atau Allah (fase teleologis). Pada tahap metafisis, orang lumpuh dapat berjalan karena konsep abstraksi mengenai entitas yang disebut dengan tenaga dalam, aliran chi.

 

Tahap ketiga disebut tahap positif

Pada tahap ini manusia mencari sebab terjadinya suatu peristiwa berdasarkan fakta. Sesuatu yang dapat diamati secara empiris. Melalui sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca inderanya dan nyata. Tidak bersifat spekulatif dan intuitif. Ilmu pengetahuan yang bersifat pasti dan ‘keras’, dimana pernyataan umum yang dinamakan hukum tercipta dari serangkaian fenomena yang tertangkap indera membentuk sebuah pola. Sebuah pola yang berlaku universal, dapat terulang/diulangi dengan memperhatikan beberapa variabel yang dimanipulasi/konstan. Misal: hukum gravitasi, yang selalu membuat benda tertarik dan jatuh kebawah.